
Berdasarkan analisis data klaim Fakultatif IndonesiaRe yang telah dilaporkan dalam rentang waktu 5 tahun terakhir (2015 hingga 2019), terdapat indikasi bahwa 42% klaim asuransi rangka kapal berasal dari kapal Barge atau tongkang. Prosentase ini menunjukkan dominasi yang signifikan terhadap kejadian loss dibandingkan dengan tipe kapal lainnya yang ada di Indonesia.
Barge atau tongkang, secara definisi merupakan kapal yang tidak dapat bergerak sendiri (non self-propelled vessel). Oleh karena itu, penting untuk mengetahui lebih dalam mengenai spesifikasi Barge yang menyebabkan terjadinya klaim yang sangat besar tersebut.
Diidentifikasi berdasarkan ukuran, Barge yang memiliki GRT 3000 GT ke atas ternyata memiliki probabilitas terjadinya loss yang cukup tinggi. Loss yang berasal dari Barge ukuran 3000 GT ke atas sebesar 62% dari total loss Barge dalam 5 tahun terakhir dengan nilai di atas IDR 300 Miliar. Menariknya, kejadian klaim pada Barge ukuran 3000 GT ke atas atau dikenal juga sebagai Barge jumbo, ternyata tidak memandang usia. Baik tua maupun muda, Barge jumbo tetap memiliki probabilitas yang tinggi untuk terjadinya kecelakaan / loss. Sebesar 67% loss berasal dari Barge jumbo berusia di bawah 10 tahun dan 32% loss berasal dari Barge jumbo berusia antara 11 hingga 20 tahun.
Klaim-klaim yang terjadi bukanlah didominasi oleh klaim total loss ataupun constructive total loss, melainkan berasal dari klaim partial loss. Klaim-klaim tersebut disebabkan oleh berbagai faktor. Mayoritas klaim tersebut disebabkan oleh kapal yang mengalami grounded (42%), stranded (23%), dan collision (7%) saat berlayar.
Pertanyaan yang muncul adalah mengapa Barge tersebut sangat rentan terhadap grounded, stranded, dan collision?
Kebanyakan Barge jumbo tersebut grounded dan stranded dikarenakan adanya cuaca buruk (gelombang > 4 m, angin kencang, dan arus kuat) yang menyebabkan Barge drifting dan terpaksa tali towing diputus oleh kru kapal. Selain itu, cuaca buruk juga dapat menyebabkan rantai jangkar putus saat Barge lego jangkar. Terkadang, kelalaian kru kapal dalam memeriksa cuaca serta kerusakan Hook tow Tug saat menarik Barge tersebut menjadi faktor penyebab Barge grounded dan stranded.
Masih menjadi pertanyaan besar, apakah cuaca buruk tersebut benar-benar terjadi? Jika cuaca buruk memang terjadi, dapat disimpulkan bahwa Barge – Barge jumbo sudah tidak dapat dikendalikan lagi oleh Tug, dengan mengesampingkan pertimbangan kesesuaian Power Tug. Untuk kejadian tabrakan, biasanya tabrakan Barge terjadi karena cuaca buruk yang menyebabkan tali towing diputus dan mengakibatkan bersenggolan dengan kapal lain saat bersandar, atau sering kali tabrakan terjadi karena menghindari pasang surut dan kelalaian kru dalam mengamati jalur pelayaran, terutama di sungai.
Pertanyaan selanjutnya adalah dimana saja kejadian-kejadian Barge jumbo tersebut mengalami kehilangan?
Kapal Barge jumbo sering mengalami tabrakan di Sungai Barito dan Sungai Mahakam yang dipengaruhi oleh lebar sungai yang sempit dan lalu lintas pelayaran yang padat. Untuk kejadian kapal stranded dan grounded, secara frekuensi dan severity sering terjadi di Pulau Kangean, Pacitan, Cilacap, Bengkulu, Masalembu, Perairan Laut Jawa, Bayah, Perairan Bangka Belitung, Selat Makassar, Perairan Palembang (Sungai Musi), Taboneo, dan Perairan Maluku Utara. Kejadian kecelakaan kapal Barge hampir merata di seluruh Perairan Indonesia.
Apakah Barge jumbo tersebut sudah tidak dapat dikendalikan oleh Tug?
Apakah karena Bargenya terlalu besar dan kebanyakan Power Tug penariknya tidak sesuai dengan standar di Indonesia? Hal ini merupakan pertanyaan penting yang perlu dieksplorasi lebih lanjut. Jika jawabannya adalah tidak ada tug yang sesuai untuk menarik Barge jumbo, maka hasilnya akan semakin banyak klaim-klaim Barge jumbo yang akan muncul di masa depan. Ketidakcukupan daya mesin Tug merupakan salah satu faktor yang menyebabkan Barge jumbo tersebut tidak dapat dikendalikan dan, pada akhirnya, mudah mengalami loss. Selain itu, secara karakteristik, Barge jumbo memiliki ukuran dan hambatan yang besar dan sulit untuk dikendalikan. Namun, probabilitas terjadinya loss pada ukuran dan hambatan Barge jumbo dapat diminimalisir jika kita memperhatikan kelayakan operasi towing-nya.
Berdasarkan data-data di atas, jelas menggambarkan bahwa Barge jumbo bisa sangat rentan terhadap terjadinya loss, terlepas dari usianya. Hal ini tidak terlepas dari bagaimana kelayakan sistem operasi towing yang diterapkan, dengan memperhatikan besarnya power dari Tug boatnya, kelayakan towing line, dan kecakapan kru dalam mengantisipasi kondisi cuaca dan pelayaran di perairan Indonesia sangat berpengaruh dalam menekan kejadian loss kapal Barge. Perlu dicatat bahwa masing-masing tipe kapal ternyata memiliki pola loss yang berbeda.